Ads 468x60px

Review Buku



 
A.    Gambaran Umum Buku

Ini merupakan sebuah karya pertama yang ditulis oleh seorang aktivis islam, Salim A. Fillah. Selain buku ini, dia juga produktif menulis buku-buku lain, seperti Agar bidadari cemburu padamu, Gue Never Die, Saksikan bahwa Aku Seorang Muslim, Jalan Cinta Pejuang dan masih banyak lagi karya-karya lainnya yang patut dibaca. 

Buku ini memulai pembahasannya dengan menguraikan permasalahan remaja yang berkaitan dengan hubungannya dengan orang tua. Hubungan antara orang tua dengan anaknya yang menginjak remaja, seringkali terasa kian memudar seiring bertambahnya usia sang anak. Buku ini mencoba membahasnya dengan pendekatan terhadap dunia remaja yang biasanya memang masih labil. Selain itu, dibahas pula mengenai tokoh-tokoh yang patut dijadikan sebagai teladan atau panutan bagi remaja. Tentu saja yang paling tepat untuk itu adalah Rasulullah SAW. 

Pada bab selanjutnya, buku ini membicarakan sesuatu yang sangat lekat dengan remaja yaitu ”cinta”, yang tampaknya memang menjadi sorotan utama dalam buku ini. Seperti diketahui, jika berbicara cinta, tidak akan jauh-jauh dari soal pacaran. Di zaman yang serba modern saat ini, pacaran sudah menjadi hal yang menjamur di remaja islam kita. Sehingga apabila tidak memiliki pacar kita dianggap sebagai remaja yang ketinggalan zaman. Syari’at islam sendiri telah melarang secara keras perbuatan pacaran, yaitu berkumpulnya atau bersamanya dua jenis manusia yang berlainan jenis tanpa adanya ikatan pernikahan. Buku ini berusaha meluruskan kembali makna cinta yang sesungguhnya. Dalam Islam, kegiatan pacaran merupakan salah satu hal yang mendekatkan diri kepada zina. Oleh karena itu, sang penulis berusaha mengajak remaja lebih memahami makna cinta yang sesungguhnya.  Tentu saja pembahasan tentang cinta ini juga meliputi cinta kepada Allah dan Rasulnya, Muhammad SAW.

Lalu pembahasan dilanjutkan dengan cinta kepada sesama manusia, terutama lawan jenis. Bagaimana mengenali cinta yang sesungguhnya dan mengelola cinta tersebut. Pengelolaan cinta, daya tarik kepada lawan jenis yang merupakan fitrah, dalam buku ini kita pun diajak untuk menahan diri. Menahan  segala yang dapat mendorong kita kepada zina ataupun kegiatan mendekati zina, yaitu bagi perempuan untuk menjaga lisan, cara berbicara, cara berpakaian, dan hal lain yang kemungkinan dapat mennimbulkan syahwat bagi pria yang ada di sekitarnya. 

Buku ini juga mengajak kita yang belum menikah untuk senantiasa menjaga diri dan menjaga kehormatan diri agar terhindar dari larangan Allah. Pengelolaan cinta yang dianjurkan sebagai solusi adalah dengan ikatan suci pernikahan. Dalam bab yang membahas hal ini, dicontohkan pula bagaimana romantisme rumah tangga Rasulullah yang tentunya dapat dijadikan teladan bagi kita semua.

Meski buku ini membahas tentang ajaran agama yang lebih difokuskan pada hubungan percintaan dengan lawan jenis, penyampaian penulis tidak terasa menggurui. Penulis menggunakan bahasa informal yang santai dan terkesan akrab seolah mengajak pembacanya berdialog, sehingga tidak terasa menggurui. Penulis juga memberikan contoh berupa kisah yang sungguh terjadi pada masa Rasulullah mengenai hal yang tengah dibahas, dan dikaitkan dengan hal aktual yang sungguh terjadi di kalangan remaja dewasa ini.

Selain itu, tema-tema seputar cinta dan pengelolaannya yang dibahas dalam buku ini juga sangat menarik dan sangat patut dibaca oleh kalangan remaja yang belum menikah, sudah menikah, atau yang sedang ingin menikah. Buku ini dapat dijadikan tambahan wawasan dan pegangan dalam menjaga diri sebelum berumah tangga, maupun dalam membina rumah tangga bagi yang sudah menikah.


B.     Unsur-Unsur Propaganda di Dalam Buku

Unsur pertama yang ada di dalam buku “ Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan “ ini adalah komunikator. Sang komunikator atau propagandisnya adalah penulis buku ini sendiri, yaitu Salim A. Fillah. Dia memainkan perannya sebagai propagandis berpacaran setelah pernikahan dengan baik. Karena segmen dari buku ini adalah kaum remaja atau anak muda yang sudah layak untuk menikah, dia menyampaikan propagandanya dengan bahasa yang menarik dan mudah diterima oleh anak muda. Sehingga ketika selesai membaca satu bab dari buku ini, rasa penasaran untuk melanjutkan ke bab selanjutnya tidak tertahankan. Penuturannya mengalir dan ringan sehingga tidak ada kesan pemaksaan untuk mengikuti apa yang disampaikan oleh buku ini.

Unsur yang kedua adalah komunikan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, segmen atau yang menjadi target dari buku ini adalah remaja atau anak muda yang sudah layak untuk menikah namun belum melakukannya. Kenapa mereka yang dipilih sebagai komunikannya? Karena seperti yang kita ketahui remaja pada masa sekarang telah banyak melakukan hubungan tanpa ikatan atau istilah zaman sekarang pacaran. Hal ini tentu tidak sejalan dengan ajaran Islam. Islam sebagai agama yang komplit, artinya memiliki aturan dalam semua aspek kehidupan telah mengatur tentang masalah hubungan laki-laki dan perempuan. Salim A. Fillah sebagai seorang aktivis islam prihatin dengan fenomena ini sehingga ingin meluruskan kekeliruan yag terjadi di kalangan remaja ini.

Unsur yang ketiga di dalam buku ini adalah pesan yang telah dirumuskan sedemikian rupa. Buku ini ingin meyampaikan kepada para pembacanya khususnya yang beragama Islam bahwa agama ini telah mengatur sedemikian rupa mengenai hubungan antara laki-laki dan perempuan, yaitu dengan menikah. Remaja muslim saat ini lebih banyak mentergesai kenikmatan yang seharusnya diperoleh setelah menikah. Atau dalam bahasa penulisnya di buku ini, “ Sup kaldu yang bumbunya dimakan duluan ”. Banyak sekali di antara mereka yangmelangsungkan hubungan yang tidak memiliki ikatan. Padahal di dalam Islam hubungan yang sangat dekat antara dua insan lelaki dan perempuan yang belum menikah dilarang. Dan pesan lain yang juga ditekankan oleh  penulis yaitu agar para pemuda yang belum menikah menjalani penantiannya dengan kesucian nan gagah. Juga kepada yang sedang berpacaran agar menunda pacarannya hingga mereka menikah. Sehingga perbuatan yang tadinya dilarang menjadi berkah dan berpahala. Semua pesan yang ingin disampaikan tersebut dikemas dengan bahasa yang mengalir dan mudah dicerna sehingga menjadi lebih menarik bagi pembacanya.

Unsur yang keempat adalah sarana atau medium propaganda. Dalam kasus sekarang ini sudah jelas mediumnya adalah sebuah buku. Buku cukup efektif digunakan sebagai sarana propaganda karena dapat menjangkau khalayak secara lebih luas dan tersegmentasi. Bahkan buku Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan karya Salim A. Fillah ini sudah menjadi best seller dan terjual ratusan ribu eksemplar di seluruh tanah air. Sehingga dengan hal tersebut propaganda atau pesan yang ingin disampaikan oleh penulis akan lebih cepat sampai kepada seluruh remaja atau pemuda di tanah air.

Unsur yang selanjutnya atau kelima adalah teknik yang efektif. Teknik menulis dengan bahasa yang tidak kaku, baku, ringan dan mudah dicerna serta tidak menggurui cukup efektif untuk memberikan pengaruh kepada para pembaca buku ini dan mendorong mereka untuk melakukan sesuai yang diinginkan oleh penulis. Jenis teknik propaganda yang digunakan oleh buku ini akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.

Unsur yang keenam atau terakhir adalah kondisi dan situasi yang memungkinkan. Sekarang ini banyak orang yang mempunyai paradigma bahwa pernikahan bahagia harus didahului dengan pacaran. Alih-alih untuk saling mengenal dan memahami, mereka melupakan tuntunan Islam bahwa pacaran yang benar adalah setelah dalam ikatan pernikahan. Saling pandang, pegangan tangan, cumbu rayu maupun canda tawa yang tadinya haram dan sangat terlarang, menjadi halal dan justru ibadah yang sangat dianjurkan. Sehingga Salim A. Fillah merasa ini merupakan saat yang tepat untuk meluruskan kekeliruan tersebut dengan menyebarluaskan propaganda “ pacaran setelah pernikahan “ melalui buku ini.


  1. Teknik Propaganda yang Digunakan

Buku “ Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan “ karya Salim A. Fillah ini menggunakan teknik propaganda name calling. Name calling adalah teknik penggunaan julukan untuk menjatuhkan seseorang, istilah, atau ideologi dengan memberinya arti negatif. Di dalam buku ini objek yg diberikan julukan negatif adalah istilah ‘pacaran’. Pada bagian satu dari buku misalnya, buku ini pacaran diibaratkan seperti sup kaldu yang bumbunya dimakan dulu. Salim A. Fillah menggambarkan hal tersebut dengan baik melalui puisi berikut:


                                                Alangkah seringnya,
                                        Mentergesai kenikmatan itu
 Membuat detik-detik di depan terasa hambar

       Kelezatan itu akan hilang
        Dari orang yang terpenuhi tuntutan syahwatnya
     Yang haram
       Yang tersisa hanyalah dosa dan hina      



            Penggunaan teknik name calling untuk istilah pacaran juga terlihat pada bab 2 buku “ Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan “. Perilaku pacaran yang dilakukan kaum remaja dijelaskan hanya didasari oleh nafsu, bukan cinta. Cinta antara dua insan di massa remaja digambarkan sebagai cinta yang masih terikat dengan dualisme karakter: kekanakan yang menajam dan kedewasaan yang menjamin. Pacaran juga digambarkan sebagai hawa nafsu yang diperturutkan dan tertipu syaithan sehingga menarik kita ke alam hewani yang rendah.


D.    Sifat Propaganda

Propaganda yang dilakukan oleh Salim A. Fillah melalui  buku “ Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan “ bersifat white propaganda, artinya cara-cara yang dilakukan jujur, benar , sportif, menyampaikan isi pesan, serta sumbernya jelas. Dia menjelaskan fenomena-fenomena seputar pacaran yang terjadi dikalangan remaja secara apa adanya, tidak memilih-memilih fakta, dan dijelaskan secara terang benderang. Propagandanya pun tidak terkesan samar-samar , namun terang-terangan dan langsung to the point. Salah satu contoh propaganda yang disampaikan secara terang-terangan adalah melalui potongan paragraf berikut:

”Seorang ukhti, rekan pengurus OSIS di SMU pernah bercerita . Ia sering berbagi dengan sang papa tentang teman-temannya, juga tentang interaksinya dengan mereka. Inggasuatu ketika. Dengan perlahan ia bercerita tentang ketertarikannya pada seorang teman ikhwan (putra) kepada papa tercinta.  “Boleh gak sih pacaran?”, tanyanya. Dan saya kagum pada bijaknya sang papa yang tanpa menggurui berkata, Mbak.., papa yakin Mbak sudah baca bagaimana Allah meng-aturnya... iya kan?” (Fillah, 2010: 9)



E.     Jenis Sumber Propaganda

Jenis sumber yang digunakan oleh buku Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan “ adalah sumber jelas dan terbuka.Salim A. Fillah banyak mengutip buku-buku atau karya penulis lain yang mendukung tulisannya tersebut. Dia mengutip kitab, Ensiklopedi Muslim, kumpulan hadist, kitab tafsir, dan semuasnya itu dicantumkan secara jelas pada daftar pustaka. Dia juga mengutip kata-kata mutiara yang penuh hikmah dari tokoh-tokoh besar islam. Salah satu contoh kata-kata atau syair hikmah yang dikutip oleh Salim A. Fillah dan dicantumkan nama tokohnya secara jelas sebagai berikut adalah :

Demi Allah,
Aku tak tahu apa harus kukecam hawa nafsuku,
Atas cinta
Atau mataku yang menggoda, taukah hati ini
Jika kukecam hati, ia berkata; Gara-gara mata yang memandang!
Dan jika kuhardik mata, ia berdalih: ini kesalahan hati!
Mata dan hati telah dialiri darah,
Maka wahai rabbi, jadilah penolongku atas nama dan hati ini

            (Kata-kata seorang penyair yang dikutip syaikh ‘Abdul
            ‘Azis Al Ghazuli dalam Ghadhdhul Bashar)


F.      Sistem Propaganda

Buku “ Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan “ memakai sistem propaganda yang menggunakan simbol-simbol, dalam hal ini bahasa. Bahasa yang digunakan dalam buku ini ringan, mengalir, dan mudah dipahami sehingga menarik bagi siapapun yang membaca khususnya kaum remaja.  Penulis menggunakan kata-kata yang familiar di kalangan para remaja sehingga terkesan akrab dan tidak menggurui. Namun didalam buku ini tidak ditemukan penggunaan gambar atau isyarat-isyarat.
Bahasa yang digunakan akan membuat paham pembaca dalam menikmati kalimat demi kalimat yang tertuang. Tidak terlalu berlebihan bila sebuah buku mencoba memberi perbandingan dan ketersinam-bungan nilai, antara indahnya menahan diri sebelum terjalin ikatan suci dengan nikmatnya pacaran setelah dihalalkan. Semua dikaji terpadu antara dalil dengan kisah yang lebih indah.



G.    Cakupan Wilayah Propaganda

Buku-buku ”Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan “ saat ini telah meraih predikat best seller dengan penjualan mencapai ratusan ribu eksemplar  diseluruh tanah air. Dari hal tersebut, dapat kita ketahui bahwa, caskupan wilayah propaganda yang dilakukan Salim A. Fillah melalui buku ini adalah lingkup nasional. Dia ingin menyampaikan propaganda “Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan “ kepada seleruh remaja di tanah air.


H.    Jenis Kegiatan Propaganda

Jenis kegiatan propaganda yang dilakukan Salim A. Fillah melalui buku ini merupakan propaganda agama. Buku ini berisi tentang kisah para Nabi serta sahabat Rosul membuat pembaca khususnya peneliti paham lewat kisah dan dalil-dalil. Pesan dakwah yang disampaikan oleh penulis buku tersebut yang menerbitkan buku di tengah-tengah masyarakat memiliki pesan bagi remaja. Remaja memang dapat dikatakan unik untuk masanya saat ini. Menganggap dirinya paling benar dan hebat. 

Buku ”Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan” selain berisi keteladan Rosulullah SAW yang sangat tegas, namun beliau juga luar biasa romantis pada istri-istrinya. Buku ini memuat pengertian tentang cinta terhadap sesama dan hanya pada Allah Azza wa Jalla. Merenungi sunnah Rosul tentang bagaimana menyikapi cinta dan menjalani hubungan dengan lawan jenis pada masa remaja telah tiba. Dengan mengucapkan kata ’cinta’, manusia sebagai insan lemah dapat pula dibingungkan apakah itu merupakan cinta sehat atau cinta yang sudah tercemar oleh setan. Hal itu yang dapat mendatangkan sebuah tren yang bernama ’pacaran’.

Buku sebagai salah satu media dakwah yang bisa kapan saja dibaca dan tidak akan protes bila penikmatnya berkomentar tentang isi didalamnya. Buku sebuah literature yang sering digunakan da’i sebagai referensi dalam berdakwah. Buku pula yang tidak akan habis dimakan jaman. 

Sebagai media dakwah, buku ini banyak memberikan manfaat lewat saluran tertulisnya. Jangkauan yang dapat dicapai oleh dakwah dengan media tulis ini lebih luas dari pada menggunakan media lisan, demikian juga waktu yang dipergunakan tidak membutuhkan waktu secara khusus untuk kegiatannya. Kapan saja dan dimana saja manusia dapat menikmati sajian dakwah secara tertulis ini, setiap orang yang tidak buta aksara terjangkau oleh media ini.

1 komentar:

Fanbul mengatakan...

Memang seharusnya ada pola budaya yang diubah, konsep pacaran itu semacam momok "keharusan" di masakini oleh anak-anak muda. Alhasil, jadi menilai cinta secara artifisial (cielah, ini mas Ridha banget).

Sebaiknya memang pacaran setelah menikah, buku yang menarik dan resensi yang menarik, penjabarannya membuat seperti membaca buku tersebut :)

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...