I.Pendahuluan
Jurnalisme
pada umumnya dapat diartikan sebagai kegiatan dalam mengumpulkan, menulis,
menyunting dan menyebarkan berita kepada khalayak atau masyarakat luas.
Jurnalisme tidak bisa dilepaskan dengan masalah media,karena media merupakan
institusi sedangkan jurnalisme sendiri adalah seperangkat pengetahuan yang
membahas seluk-beluk kegiatan yang memungkinkan institusi tersebut hadir dan
berfungsi dalam masyarakat.
Kegiatan dalam jurnalisme itu
sendiri pada intinya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas informasi.Sedangkan
media yang digunakan dapat berupa media cetak, maupun media elektronik. Pada
era globalisasi seperti sekarang ini, berita / informasi tidak hanya bisa kita
dapatkan lewat media cetak seperti suratkabar, majalah, dsb maupun media
elektronik seperti televisi dan radio, namun internet yang dipandang sebagai
media interaktif juga dapat berfungsi sebagai media yang menyediakan berbagai
informasi di dalamnya termasuk berita.
Dewasa ini, setiap orang bisa
menulis berita dengan bebas melalui media internet. Baik yang merupakan
wartawan sungguhan dan mempunyai lembaga resmi, maupun hanya wartawan
“bo’ong-bo’ongan” yang merupakan personal individu yang tidak mempunyai lembaga
resmi namun juga dapat menulis berita lewat internet. Rasa tidak puas akan informasi
yang diperoleh masyarakat lewat media cetak maupun elektronik berupa televisi,
serta kemudahan yang disediakan fasilitas internet untuk mengakses segala
informasi dan menulis berita lewat internet, salah satunya adalah lewat situs
weblog yang kita ketahui selama ini, menjadi salah satu penyebab munculnya apa
yang disebut jurnalisme online yang kedudukannya dapat menggeser atau
mempengaruhi jurnalisme tradisional atau konvensional tersebut.
Perpindahan konsumsi berita
dari media konvensional ke media baru bukan tanpa alasan. Dengan bermodal
kecepatan dalam hitungan detik ini membuat jurnalisme online menjadi semakin
sering diakses. Sebagian besar orang lebih menyukai informasi atau berita
diterima lebih mudah dan cepat diterima. Nah, jurnalisme online menjadi pilihan
tepat.
Makalah ini akan berisi
mengenai keberadaan jurnalisme online, dimana keberadaannya dapat menggeser,
mempengaruhi atau bahkan menjadi sebuah persaingan dengan media tradisional
seperti media cetak dan media elektronik lainnya yang didalamnya menyajikan
suatu jurnalisme konvensional.
Dengan terus berkembangnya dunia teknologi dan
informasi dalam beberapa periode terakhir, alhasil semakin banyak bermunculan
media baru yang menunjang sarana berkomunikasi. Hal ini juga dianggap sebagai
era baru dalam berkomunikasi dan memberikan informasi. Tentu saja perkembangan
yang berskala masif ini secara berangsur-angsur terus dimanfaatkan oleh banyak
pihak, khususnya dalam proses penyebaran informasi yang dilakukan oleh media
massa.
Kebutuhan pokok manusia mulai
bertambah seiring perkembangan jaman. Setelah berbagai alat elektronik seperti handphone,
kini hadir internet sebagai new media yang mulai menggeser
kebutuhan pokok pangan atau sandang. Manusia lebih memilih meng-upgrade kecepatan
internetnya daripada membeli baju baru. Internet seakan-akan menjadi dewa baru
bagi para penggila informasi. Kemampuan internet dalam melewati batas ruang dan
waktu membuat setiap orang kecanduan untuk terus mengkonsumsinya.
Globalisasi dan
modernisasi yang melanda dunia ini secara tidak langsung juga mempengaruhi
kinerja wartawan dalam dunia jurnalistik. Seiring berkembangnya zaman, dunia
jurnalistik juga terus mengalami perubahan yang cukup pesat. Dari zaman alat
cetak pertama yang dipelopori oleh Johann Gutenberg hingga iPad milik Steve
Jobs. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi para penggiat media massa dalam
mempublikasikan informasi dan berita yang mereka miliki. Hadirnya jurnalisme online
seakan menawarkan sebuah cara mengakses berita yang lebih praktis bagi
khalayak. Fenomena ini kemudian menjamur di seluruh penjuru dunia, beberapa
media mulai membuat situs berita yang dapat diakses oleh semua khalayak secara
cuma-cuma. Sebagian besar berasal dari media cetak yang kini seakan mulai
mendapat ancaman dari jurnalisme online.
Di era yang
super sibuk ini banyak dari pengkonsumsi informasi yang ingin mendapatkan
berita secara praktis dan cepat, kebanyakan dari mereka terlalu malas untuk
beranjak dari kursi lalu membeli surat kabar dan membukanya halaman demi
halaman. Kemunculan jurnalisme online menjadi ancaman sekaligus tantangan bagi
jurnalisme cetak. Tidak dapat dipungkiri bahwa penyebaran informasi lewat media
internet bakal menjadi komoditas utama di kalangan wartawan. Tidak hanya
khalayak, kebutuhan media massa dan wartawan itu sendiri untuk menyiarkan
berita secepat-cepatnya bisa menjadi faktor utama untuk penggunaan internet di
dunia jurnalistik.
Kira-kira
sepuluh tahun dari sekarang, diperkirakan internet akan menjadi basis utama
penyebaran berita. Munculnya beberapa gadget seperti iPad atau e-reader
semakin membantu khalayak dalam mengakses situs berita online. Bahkan
sebenarnya tidak perlu sesulit itu,hanya dengan bermodalkan telepon genggam
kita sudah bisa mengakses situs berita yang kita inginkan. Koneksi internet pun
tidak lagi menjadi tembok penghalang karena di tahun-tahun mendatang sinyal
wi-fi atau area hotspot bukan sebuah barang langka.
Hal inilah yang
terus dipikirkan dan menjadi momok menakutkan bagi pemilik media cetak. Ya,
internet akan menjadi musuh yang siap membunuh mereka kapan saja. Seperti yang
kita tahu, beberapa media massa cetak mengambil langkah dengan membuat situs
berita online mereka. Untuk di Indonesia sebut saja tempointeraktif, Kompas.com,
Republika Online, dan lain-lain. Situs ini hadir dengan berita yang
kebanyakan hampir sama dengan apa yang sudah ada di versi surat kabar. Bahkan
situs ini juga menyediakan e-paper dari surat kabar tersebut, yaitu
sebuah duplikasi surat kabar tetapi dalam layar digital.
Cara tersebut cukup ampuh dalam menangkal “serangan” dari musuh mereka
seperti detik.com atau VIVAnews. Walaupun menurut kami apa yang
dilakukan perusahaan media massa cetak seperti sebuah percobaan “bunuh diri”,
seakan media massa cetak menyerah secara perlahan pada musuhnya. Bagaimana
tidak, hanya dengan membayar sekitar 3000 rupiah di warnet terdekat, seseorang
bisa mendapatkan berbagai informasi berita dengan sekali “click” plus surat
kabar yang ia inginkan dalam bentuk e-paper. Bandingkan jika membeli sebuah
surat kabar dengan harga 2500 rupiah, tapi hanya mendapatkan satu eksemplar
surat kabar tertentu saja. Fenomena ini akan terjadi dan sulit untuk dihindari.
Mungkin – sebut saja – “revolusi media” ini tidak akan terjadi serentak di
seluruh penjuru dunia. Negara berkembang di asia tenggara atau di Amerika Latin
masih bisa menerima eksistensi surat kabar di tengah khalayak. Namun, perlahan
tapi pasti, ini akan terjadi. Ditambah lagi dengan bahan baku kertas yang
semakin lama semakin habis menjadi hambatan yang sulit diatasi. Rela atau
tidak, media massa cetak akan bertekuk lutut dihadapan musuhnya.
Tak saja mengancam media cetak
yang meniscayakan kertas dan teknologi cetak, teknologi internet pula membuat
berbagai media mainstream seperti media elektronik kehilangan
dominasinya. Internet telah membuat orang mampu melakukan distribusi atas
informasinya sendiri, membuat media sendiri. Jika pada masa lalu orang hanya
mengandalkan media berita yang dijalankan korporat media dengan berbagai
konotasi modal dan sumberdaya manusia yang massive, kini berbagai
berita dapat dikumpulkan, diolah, dan disampaikan dengan biaya dan sumber daya
manusia yang minimalis. Kita telah sampai pada era internet yang memungkinkan
orang memiliki dan mengelola sendiri medianya.
Internet pula memungkinkan
terciptanya interaksi yang lebih intens antara media berita dan pembaca. Hal
ini membuat tak saja para pembaca mampu memberikan feedback atas suatu
pemberitaan secara realtime, para pembaca pula dapat terlibat dalam
proses pembuatan berita. Inilah yang disebut sebagai citizen journalism,
alias jurnalisme warga, dimana setiap warga dunia, senyampang ia terhubung
dengan piranti komputer dan terhubung dengan jaringan internet akan mampu
menjalankan fungsi sebagai penulis berita.Bukan perusahaan pers atau wartawan
pengisi berita saja yang menentukan konten suatu media,melainkan pula para user
yang terdiri dari pengguna dari belahan negara manapun tanpa memandang
asal-usul.
Monopoli kantor berita dan
media massa konvensional telah berakhir. Garis waktu seperti dikenal media
konvensional yakni harian, mingguan, dwi mingguan, menjadi tak lagi relevan.
Suatu peristiwa yang terjadi di masyarakat tidak lagi mengharuskan kehadiran
wartawan sebagai utusan korporasi media untuk melakukan liputan. Inovasi di
bidang teknologi informasi berupa blog, kamera dan video recorder digital,
internet menjadikan masyarakat mampu melakukan liputan sendiri dan menyiarkan
sendiri apa yang disaksikan di masyarakat dan dirasa penting di masyarakat.
Perkembangan yang luar biasa situs jejaring sosial Facebook dan Twitter
adalah contoh nyata betapa informasi kini disebarluaskan oleh sesama warga
sendiri.
Pada awal kemunculannya, situs jejaring sosial
murni digunakan khalayak sebagai media untuk menambah tali pertemanan. Era Friendster
(FS) kini sudah ketinggalan zaman, Facebook (FB) lalu menyeruak
dengan menawarkan berbagai macam fitur menarik. Serupa dengan FS, FB juga
dijadikan media pertemanan yang cukup ampuh pada awalnya, tetapi beberapa pihak
mulai melihat kesempatan untuk menjadikan FB sebagai ajang menyalurkan informasi
atau berita. Orang-orang dari seluruh pelosok dunia bebas untuk mengolah lalu
mempublikasikan hasil tulisannya. Belum sempat redup dengan FB, internet
kembali dihebohkan dengan produk situs jejaring sosial yang baru, Twitter.
Situs ini memiliki tampilan micro-blog dengan batas 140 karakter. Dalam
perkembangannya, intesitas information update Twitter bisa melebihi FB.
Akhirnya situs ini pun dimanfaatkan khalayak bebas untuk melakukan kegiatan
jurnalisme (citizen journalism). Khalayak yang tadinya hanya menjadi consumer
kini juga bisa berperan menjadi producer, dan merekalah yang disebut
kalangan pro-sumer (producer-consumer).
Jurnalisme online menyuguhkan
pada kita begitu banyak berita yang dapat kita pilih sesuai kebutuhan kita.
banyak berita yang dapat kita pilih sesuai kebutuhan kita. banyak sumber berita
yang dapat menjadi referensi kita, dan menariknya banyak juga media-media
konvensional cetak maupun tayang juga mulai melirik jurnalisme online sebagai
wadah baru penyebaran berita milik mereka. mereka sadar bahwa kebutuhan
masyarakat akan berita di tengah arus aktifitas yang super sibuk begitu besar,
yang jawabannya dapat dipenuhi dengan ketersediaan jurnalisme online yang dapat
diakses masyarakat walaupun mobile sekalipun.Akses internet yang cepat
dan tersedia di hampir setiap sudut kota maupun daerah menjadi warna tersendiri
bagi kaum urban yang membutuhkan berita akurat dan cepat. tanpa kita sadari
kita di bawa kepada sebuah era baru dimana berita kini seakan tak punya batas
ruang dan waktu. kita bisa dengan cepat tahu dan update per menit
berita apapun dari Sabang sampai Merauke sekalipun. Kita bebas memilih minat
berita yang akan konsumsi sendiri.
Orang tak lagi perlu banyak
waktu untuk membaca koran dan berita online juga sangat menghemat
biaya. Selain itu para advertisers juga kian tertarik untuk memasang
iklan pada web berita online, sehingga menambah daya tarik
masyarakat untuk mengakses berita lewat karena biasanya tampilannya memang
dibuat sedemikian rupa hingga membuat orang ikut tertarik untuk membukanya.
Inilah realitas dalam industri media, bahwa jurnalisme online kini telah
menjadi industri baru dalam media yang mampu menggeser minat masyarakat
terhadap media konvensional.
Fenomena Jurnalisme online
sendiri layaknya pedang bermata dua, dimana kalau kita bijak mengelola berita
maka banyak manfaat yang akan membantu, namun apabila tidak selektif kita akan
terjebak pada banyak berita yang kurang berbobot dan seringkali menjebak pada
propaganda tertentu. Maka dari itu hendaknya dalam fenomena industri media
semacam ini harus mampu menjadi pengawal diri sendiri mengenai berita yang akan
kita konsumsi. Tentu kita tahu mana sumber referensi berita yang
terpercaya ataupun yang tidak. semuanya sekarang secara mandiri menjadi tugas
pribadi kita.
Lepas dari kesemua yang
ditulis di atas, nyatalah bahwa perkembangan teknologi informasi telah membawa
perubahan tak saja dalam mode penyampaian berita namun juga dalam pembuatan
berita. Teknologi informasi memungkinkan media berita dan audiens untuk
berhubungan lebih intens dan saling mengisi. Pola penyampaian berita seperti
pada masa lalu semakin tertinggal digantikan dengan pola baru yang semakin
partisipatorik. Di sisi lain, kesempatan bagi warga masyarakat untuk memiliki
medianya sendiri lebih terbuka. Semakin banyak alternatif dalam memperoleh
informasi dalam masyarakat ini pada gilirannya akan membawa kepada persaingan
yang sehat, dimana media yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan
mendapatkan kepercayaan, sedangkan mereka yang gagal untuk memenuhinya akan
ditinggalkan.
III.Penutup
Tantangan
terbesar jurnalis di era globalisasi informasi ini memang identik dengan
persaingan maistream media dengan new media dalam hal ini online
media. Pihak yang merasakan dampak cukup besar dengan kehadiran media
online adalah jurnalisme yang tentunya telah memiliki channel baru untuk
menyebarnya informasi dan berita. Media tradisional yang pada kelahirannya
tidak menggunakan channel internet dalam praktek produksi berita kini
mau tidak mau harus mengikuti alur media online jika tidak ingin ditinggalkan
oleh audiencenya.
Lantas, bagaimana jurnalisme
harus bersikap di tengah tantangan ini?Pertama,buang kekhawatiran bahwa
kehadiran media baru akan menghilangkan peran media lama. Publik masih tetap memerlukan
"media tradisional".Pasalnya, berinteraksi dengan media adalah
masalah gaya hidup yang tidak bisa berubah seketika. Selain itu, media baru
masih punya kelemahan dengan rendahnya kredibilitas dan kualitas pemberitaan.
Kedua, rendahnya kredibilitas
dan kualitas pemberitaan media baru, memunculkan peluang untuk mendefinisikan
kembali jurnalisme berstandar etika profesional.Adanya teknologi baru merupakan
peluang media jurnalisme untuk memperbaiki kualitas jurnalisme.Partisipasi
publik dalam sistem informasi dankomunikasi, mesti dibaca sebagai
"pembagian kekuasaan", bukan "perebutan kekuasaan" dalam
ranah informasi dan komunikasi publik. Artinya,media jurnalisme punya peluang
lebih besar lagi untuk mendidik,menginformasikan,mempersuasi,bahkan menghibur
publik! Kalau kreatif dan kenal betul pada karakter khalayaknya,media
jurnalisme bisa lebih banyak lagi menampilkan bentuk wacana altematif, misalnya
membuka forum diskusi bagi publik, melibatkan partisipasi publik dalam seleksi
isu,termasuk melayani kebutuhan niche-market secara spesifik!
Ketiga,di tengah slogan everybody
could be a journalist,secara kontras justru kian terlihat, betapa mendesaknya
kebutuhan akan wartawan andal yang profesional.Namun, profesionalisme itu perlu
diterjemahkan dalam konteks media baru.Kini,diperlukan wartawan yang mampu
mentransformasi diri menjadi net-workers atau network manager untuk
"bermain" dalam sistem hypertext dan hyperiink (Businge,
2010).Konsekuensi media baru,bagaimanapun,adalah berlimpahnya informasi.Nah,publik
buruh semacam pemandu untuk mengarahkan mereka pada isu dan informasi yang
dibutuhkan.Dalam konteks inilah,wartawan masih punya tempat.
Jadi,tidak perlu khawatir menghadapi
perubahan media baru.Kuncinya adalah mengenali the heart of journalism,mampu
membaca gerak perubahan,dan tidak panik menghadapinya!
Daftar Pustaka
Allan, Stuart. 2006. Online News: Journalism and The Internet .
London: OpenUniversity Press
Nuruddin.2009.Jurnalisme Masa Kini.Jakarta:Rajagrafindo Persada
Septiawan Santana. 2005. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Nurudin. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi Massa. Jakarta : Rajagrafindo Persada.
Asa Briggs, Peter Burke. 2000. Sejarah Sosial Media. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala Erdinaya. 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.
Web Referensi
www.kompas.com
www.wikimu.com
www.bataviase.co.id
www.proumedia.net
0 komentar:
Posting Komentar