A. Gambaran
Umum Buku
Ini
merupakan sebuah karya pertama yang ditulis oleh seorang aktivis islam, Salim
A. Fillah. Selain buku ini, dia juga produktif menulis buku-buku lain, seperti
Agar bidadari cemburu padamu, Gue Never Die, Saksikan bahwa Aku Seorang Muslim,
Jalan Cinta Pejuang dan masih banyak lagi karya-karya lainnya yang patut
dibaca.
Buku ini
memulai pembahasannya dengan menguraikan permasalahan remaja yang berkaitan
dengan hubungannya dengan orang tua. Hubungan antara orang tua dengan anaknya
yang menginjak remaja, seringkali terasa kian memudar seiring bertambahnya usia
sang anak. Buku ini mencoba membahasnya dengan pendekatan terhadap dunia remaja
yang biasanya memang masih labil. Selain itu, dibahas pula mengenai tokoh-tokoh
yang patut dijadikan sebagai teladan atau panutan bagi remaja. Tentu saja yang
paling tepat untuk itu adalah Rasulullah SAW.
Pada bab
selanjutnya, buku ini membicarakan sesuatu yang sangat lekat dengan remaja
yaitu ”cinta”, yang tampaknya memang menjadi sorotan utama dalam buku ini.
Seperti diketahui, jika berbicara cinta, tidak akan jauh-jauh dari soal
pacaran. Di zaman yang serba modern saat ini, pacaran
sudah menjadi hal yang menjamur di remaja islam kita. Sehingga apabila tidak
memiliki pacar kita dianggap sebagai remaja yang ketinggalan zaman. Syari’at
islam sendiri telah melarang secara keras perbuatan pacaran, yaitu berkumpulnya
atau bersamanya dua jenis manusia yang berlainan jenis tanpa adanya ikatan
pernikahan. Buku ini berusaha meluruskan kembali makna cinta yang sesungguhnya. Dalam
Islam, kegiatan pacaran merupakan salah satu hal yang mendekatkan diri kepada
zina. Oleh karena itu, sang penulis berusaha mengajak remaja lebih memahami
makna cinta yang sesungguhnya. Tentu saja pembahasan tentang cinta ini
juga meliputi cinta kepada Allah dan Rasulnya, Muhammad SAW.
Lalu
pembahasan dilanjutkan dengan cinta kepada sesama manusia, terutama lawan
jenis. Bagaimana mengenali cinta yang sesungguhnya dan mengelola cinta
tersebut. Pengelolaan cinta, daya tarik kepada lawan jenis yang merupakan
fitrah, dalam buku ini kita pun diajak untuk menahan diri. Menahan segala
yang dapat mendorong kita kepada zina ataupun kegiatan mendekati zina, yaitu
bagi perempuan untuk menjaga lisan, cara berbicara, cara berpakaian, dan hal lain
yang kemungkinan dapat mennimbulkan syahwat bagi pria yang ada di sekitarnya.
Buku ini
juga mengajak kita yang belum menikah untuk senantiasa menjaga diri dan menjaga
kehormatan diri agar terhindar dari larangan Allah. Pengelolaan cinta yang
dianjurkan sebagai solusi adalah dengan ikatan suci pernikahan. Dalam bab yang
membahas hal ini, dicontohkan pula bagaimana romantisme rumah tangga Rasulullah
yang tentunya dapat dijadikan teladan bagi kita semua.
Meski buku ini membahas tentang
ajaran agama yang lebih difokuskan pada hubungan percintaan dengan lawan jenis,
penyampaian penulis tidak terasa menggurui. Penulis menggunakan bahasa informal
yang santai dan terkesan akrab seolah mengajak pembacanya berdialog, sehingga
tidak terasa menggurui. Penulis juga memberikan contoh berupa kisah yang
sungguh terjadi pada masa Rasulullah mengenai hal yang tengah dibahas, dan
dikaitkan dengan hal aktual yang sungguh terjadi di kalangan remaja dewasa ini.
Selain itu, tema-tema seputar cinta
dan pengelolaannya yang dibahas dalam buku ini juga sangat menarik dan sangat
patut dibaca oleh kalangan remaja yang belum menikah, sudah menikah, atau yang
sedang ingin menikah. Buku ini dapat dijadikan tambahan wawasan dan pegangan
dalam menjaga diri sebelum berumah tangga, maupun dalam membina rumah tangga
bagi yang sudah menikah.
B. Unsur-Unsur
Propaganda di Dalam Buku
Unsur pertama yang ada di dalam buku
“ Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan
“ ini adalah komunikator. Sang komunikator atau propagandisnya adalah penulis
buku ini sendiri, yaitu Salim A. Fillah. Dia memainkan perannya sebagai
propagandis berpacaran setelah pernikahan dengan baik. Karena segmen dari buku
ini adalah kaum remaja atau anak muda yang sudah layak untuk menikah, dia
menyampaikan propagandanya dengan bahasa yang menarik dan mudah diterima oleh
anak muda. Sehingga ketika selesai membaca satu bab dari buku ini, rasa
penasaran untuk melanjutkan ke bab selanjutnya tidak tertahankan. Penuturannya
mengalir dan ringan sehingga tidak ada kesan pemaksaan untuk mengikuti apa yang
disampaikan oleh buku ini.
Unsur yang kedua adalah komunikan.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, segmen atau yang menjadi target dari
buku ini adalah remaja atau anak muda yang sudah layak untuk menikah namun
belum melakukannya. Kenapa mereka yang dipilih sebagai komunikannya? Karena
seperti yang kita ketahui remaja pada masa sekarang telah banyak melakukan
hubungan tanpa ikatan atau istilah zaman sekarang pacaran. Hal ini tentu tidak
sejalan dengan ajaran Islam. Islam sebagai agama yang komplit, artinya memiliki
aturan dalam semua aspek kehidupan telah mengatur tentang masalah hubungan
laki-laki dan perempuan. Salim A. Fillah sebagai seorang aktivis islam prihatin
dengan fenomena ini sehingga ingin meluruskan kekeliruan yag terjadi di
kalangan remaja ini.
Unsur yang ketiga di dalam buku ini
adalah pesan yang telah dirumuskan sedemikian rupa. Buku ini ingin meyampaikan
kepada para pembacanya khususnya yang beragama Islam bahwa agama ini telah
mengatur sedemikian rupa mengenai hubungan antara laki-laki dan perempuan,
yaitu dengan menikah. Remaja muslim saat ini lebih banyak mentergesai
kenikmatan yang seharusnya diperoleh setelah menikah. Atau dalam bahasa
penulisnya di buku ini, “ Sup kaldu yang bumbunya dimakan duluan ”. Banyak
sekali di antara mereka yangmelangsungkan hubungan yang tidak memiliki ikatan.
Padahal di dalam Islam hubungan yang sangat dekat antara dua insan lelaki dan
perempuan yang belum menikah dilarang. Dan pesan lain yang juga ditekankan
oleh penulis yaitu agar para pemuda yang
belum menikah menjalani penantiannya dengan kesucian nan gagah. Juga kepada
yang sedang berpacaran agar menunda pacarannya hingga mereka menikah. Sehingga
perbuatan yang tadinya dilarang menjadi berkah dan berpahala. Semua pesan yang
ingin disampaikan tersebut dikemas dengan bahasa yang mengalir dan mudah
dicerna sehingga menjadi lebih menarik bagi pembacanya.
Unsur yang keempat adalah sarana
atau medium propaganda. Dalam kasus sekarang ini sudah jelas mediumnya adalah
sebuah buku. Buku cukup efektif digunakan sebagai sarana propaganda karena
dapat menjangkau khalayak secara lebih luas dan tersegmentasi. Bahkan buku
Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan karya Salim A. Fillah ini sudah menjadi best seller dan terjual ratusan ribu
eksemplar di seluruh tanah air. Sehingga dengan hal tersebut propaganda atau
pesan yang ingin disampaikan oleh penulis akan lebih cepat sampai kepada
seluruh remaja atau pemuda di tanah air.
Unsur yang selanjutnya atau kelima
adalah teknik yang efektif. Teknik menulis dengan bahasa yang tidak kaku, baku,
ringan dan mudah dicerna serta tidak menggurui cukup efektif untuk memberikan
pengaruh kepada para pembaca buku ini dan mendorong mereka untuk melakukan
sesuai yang diinginkan oleh penulis. Jenis teknik propaganda yang digunakan
oleh buku ini akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.
Unsur yang keenam atau terakhir
adalah kondisi dan situasi yang memungkinkan. Sekarang ini
banyak orang yang mempunyai paradigma bahwa pernikahan bahagia harus didahului
dengan pacaran. Alih-alih untuk saling mengenal dan memahami, mereka melupakan
tuntunan Islam bahwa pacaran yang benar adalah setelah dalam ikatan pernikahan.
Saling pandang, pegangan tangan, cumbu rayu maupun canda tawa yang tadinya
haram dan sangat terlarang, menjadi halal dan justru ibadah yang sangat
dianjurkan. Sehingga Salim A. Fillah merasa ini merupakan saat yang tepat untuk
meluruskan kekeliruan tersebut dengan menyebarluaskan propaganda “ pacaran
setelah pernikahan “ melalui buku ini.
- Teknik Propaganda yang Digunakan
Buku “ Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan “ karya Salim A. Fillah ini
menggunakan teknik propaganda name
calling. Name calling adalah
teknik penggunaan julukan untuk menjatuhkan seseorang, istilah, atau ideologi
dengan memberinya arti negatif. Di dalam buku ini objek yg diberikan julukan
negatif adalah istilah ‘pacaran’. Pada bagian satu dari buku misalnya, buku ini
pacaran diibaratkan seperti sup kaldu yang bumbunya dimakan dulu. Salim A.
Fillah menggambarkan hal tersebut dengan baik melalui puisi berikut:
Alangkah
seringnya,
Mentergesai kenikmatan itu
Membuat detik-detik di depan terasa hambar
Kelezatan itu akan hilang
Dari orang yang terpenuhi tuntutan
syahwatnya
Yang
haram
Yang tersisa hanyalah dosa dan hina
Penggunaan
teknik name calling untuk istilah
pacaran juga terlihat pada bab 2 buku “ Nikmatnya
Pacaran Setelah Pernikahan “. Perilaku pacaran yang dilakukan kaum remaja
dijelaskan hanya didasari oleh nafsu, bukan cinta. Cinta antara dua insan di
massa remaja digambarkan sebagai cinta yang masih terikat dengan dualisme
karakter: kekanakan yang menajam dan kedewasaan yang menjamin. Pacaran juga
digambarkan sebagai hawa nafsu yang diperturutkan dan tertipu syaithan sehingga
menarik kita ke alam hewani yang rendah.
D. Sifat
Propaganda
Propaganda yang
dilakukan oleh Salim A. Fillah melalui buku “ Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan “ bersifat
white propaganda, artinya cara-cara
yang dilakukan jujur, benar , sportif, menyampaikan isi pesan, serta sumbernya
jelas. Dia menjelaskan fenomena-fenomena seputar pacaran yang terjadi
dikalangan remaja secara apa adanya, tidak memilih-memilih fakta, dan
dijelaskan secara terang benderang. Propagandanya pun tidak terkesan
samar-samar , namun terang-terangan dan langsung to the point. Salah satu
contoh propaganda yang disampaikan secara terang-terangan adalah melalui
potongan paragraf berikut:
”Seorang ukhti, rekan pengurus OSIS
di SMU pernah bercerita . Ia sering berbagi dengan sang papa tentang
teman-temannya, juga tentang interaksinya dengan mereka. Inggasuatu ketika.
Dengan perlahan ia bercerita tentang ketertarikannya pada seorang teman ikhwan
(putra) kepada papa tercinta. “Boleh gak
sih pacaran?”, tanyanya. Dan saya kagum pada bijaknya sang papa yang tanpa
menggurui berkata, Mbak.., papa yakin Mbak sudah baca bagaimana Allah
meng-aturnya... iya kan?” (Fillah, 2010: 9)
E. Jenis
Sumber Propaganda
Jenis sumber
yang digunakan oleh buku “ Nikmatnya
Pacaran Setelah Pernikahan “ adalah sumber jelas dan terbuka.Salim A.
Fillah banyak mengutip buku-buku atau karya penulis lain yang mendukung
tulisannya tersebut. Dia mengutip kitab, Ensiklopedi Muslim, kumpulan hadist,
kitab tafsir, dan semuasnya itu dicantumkan secara jelas pada daftar pustaka.
Dia juga mengutip kata-kata mutiara yang penuh hikmah dari tokoh-tokoh besar
islam. Salah satu contoh kata-kata atau syair hikmah yang dikutip oleh Salim A.
Fillah dan dicantumkan nama tokohnya secara jelas sebagai berikut adalah :
Demi Allah,
Aku tak tahu apa harus kukecam hawa
nafsuku,
Atas cinta
Atau mataku yang menggoda, taukah
hati ini
Jika kukecam hati, ia berkata;
Gara-gara mata yang memandang!
Dan jika kuhardik mata, ia berdalih:
ini kesalahan hati!
Mata dan hati telah dialiri darah,
Maka wahai rabbi, jadilah penolongku
atas nama dan hati ini
(Kata-kata
seorang penyair yang dikutip syaikh ‘Abdul
‘Azis
Al Ghazuli dalam Ghadhdhul Bashar)
F.
Sistem Propaganda
Buku “ Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan “ memakai sistem propaganda
yang menggunakan simbol-simbol, dalam hal ini bahasa. Bahasa yang digunakan
dalam buku ini ringan, mengalir, dan mudah dipahami sehingga menarik bagi
siapapun yang membaca khususnya kaum remaja.
Penulis menggunakan kata-kata yang familiar di kalangan para remaja sehingga
terkesan akrab dan tidak menggurui. Namun didalam buku ini tidak ditemukan
penggunaan gambar atau isyarat-isyarat.
Bahasa yang digunakan akan
membuat paham pembaca dalam menikmati kalimat demi kalimat yang tertuang. Tidak
terlalu berlebihan bila sebuah buku mencoba memberi perbandingan dan
ketersinam-bungan nilai, antara indahnya menahan diri sebelum terjalin ikatan
suci dengan nikmatnya pacaran setelah dihalalkan. Semua dikaji terpadu antara
dalil dengan kisah yang lebih indah.
G.
Cakupan Wilayah Propaganda
Buku-buku ”Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan “ saat ini telah meraih
predikat best seller dengan penjualan
mencapai ratusan ribu eksemplar
diseluruh tanah air. Dari hal tersebut, dapat kita ketahui bahwa,
caskupan wilayah propaganda yang dilakukan Salim A. Fillah melalui buku ini
adalah lingkup nasional. Dia ingin menyampaikan propaganda “Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan “
kepada seleruh remaja di tanah air.
H.
Jenis
Kegiatan Propaganda
Jenis kegiatan propaganda yang dilakukan Salim A.
Fillah melalui buku ini merupakan propaganda agama. Buku ini berisi tentang kisah para Nabi serta sahabat Rosul
membuat pembaca khususnya peneliti paham lewat kisah dan dalil-dalil. Pesan
dakwah yang disampaikan oleh penulis buku tersebut yang menerbitkan buku di
tengah-tengah masyarakat memiliki pesan bagi remaja. Remaja memang dapat
dikatakan unik untuk masanya saat ini. Menganggap dirinya paling benar dan
hebat.
Buku ”Nikmatnya Pacaran
Setelah Pernikahan” selain berisi keteladan Rosulullah SAW yang sangat
tegas, namun beliau juga luar biasa romantis pada istri-istrinya. Buku ini
memuat pengertian tentang cinta terhadap sesama dan hanya pada Allah Azza wa
Jalla. Merenungi sunnah Rosul tentang bagaimana menyikapi cinta dan menjalani
hubungan dengan lawan jenis pada masa remaja telah tiba. Dengan mengucapkan
kata ’cinta’, manusia sebagai insan lemah dapat pula dibingungkan apakah itu
merupakan cinta sehat atau cinta yang sudah tercemar oleh setan. Hal itu yang
dapat mendatangkan sebuah tren yang bernama ’pacaran’.
Buku sebagai salah satu
media dakwah yang bisa kapan saja dibaca dan tidak akan protes bila penikmatnya
berkomentar tentang isi didalamnya. Buku sebuah literature yang sering
digunakan da’i sebagai referensi dalam berdakwah. Buku pula yang tidak akan
habis dimakan jaman.
Sebagai media dakwah, buku
ini banyak memberikan manfaat lewat saluran tertulisnya. Jangkauan yang dapat
dicapai oleh dakwah dengan media tulis ini lebih luas dari pada menggunakan
media lisan, demikian juga waktu yang dipergunakan tidak membutuhkan waktu secara
khusus untuk kegiatannya. Kapan saja dan dimana saja manusia dapat menikmati
sajian dakwah secara tertulis ini, setiap orang yang tidak buta aksara
terjangkau oleh media ini.
1 komentar:
Memang seharusnya ada pola budaya yang diubah, konsep pacaran itu semacam momok "keharusan" di masakini oleh anak-anak muda. Alhasil, jadi menilai cinta secara artifisial (cielah, ini mas Ridha banget).
Sebaiknya memang pacaran setelah menikah, buku yang menarik dan resensi yang menarik, penjabarannya membuat seperti membaca buku tersebut :)
Posting Komentar