Ini merupakan tugas kuliah yang diberikan oleh dosen saya di mata kuliah komunikasi politik. Tugas ini berupa tulisan mengenai pencitraan politik, khususnya yang dilakukan oleh pemerintahan SBY beberapa waktu yang lalu. Sebagaimana kita ketahui, pencitraan juga merupakan salah satu pekerjaan dari public relations.
Sebuah
isu baru menenggelamkan isu lama,begitulah cara kerja media massa di
Indonesia.Beberapa waktu ke belakang,apabila kita masih ingat tentu ada banyak
isu-isu besar yang menjadi topik hangat untuk dibicarakan.Mulai dari kasus
Century,yang sekarang telah tenggelam jauh ke dasar ingatan,pelarian sejumlah
koruptor ke luar negeri yang tak ada lagi kabarnya,hingga gonjang-ganjing di
internal Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) yang
membuat lembaga superbody itu
goyah dan terombang-ambing.Isu baru terus datang silih berganti,menghangatkan
suasana untuk sesaat dan kemudian hilang bagaikan ditelan bumi tak pernah
diungkit lagi.
Akhir-akhir
ini media massa di seluruh Indonesia tengah berkutat dengan sebuah isu
baru,reshuffle kabinet.Ini merupakan yang ketiga kalinya pemerintahan Susilo
Bambang Yudhoyono(SBY) melakukan perombakan pada menteri-menterinya selama
memimpin negeri ini semenjak 2004 silam.Alasan yang sama dikemukakan pada setiap
gelaran reshuffle,perbaikan kinerja kabinet.Padahal bukannya perkembangan
kinerjanya yang semakin meningkat,nyatanya setiap terbentuk kabinet baru selalu
ada masalah baru yang muncul.Namun langkah tersebut tetap diambil oleh presiden
SBY sebagai wujud komunikasi politiknya.Jelas bahwa tujuan utama dari
perhelatan reshuffle ini adalah untuk menaikkan citra pemerintahan yang terus
menurun,dari cara publikasi isu ini yang dibuat seolah-olah merupakan tontonan
untuk publik. Hasil
survei Lingkaran Survei Indonesia(LSI) menunjukkan tingkat kepuasan rakyat
terhadap kinerja presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) turun hingga 17 persen.Padahal
dua tahun lalu, kepuasan publik mampu menyentuh angka 63,1 persen. Sementara
setahun lalu, angka kepuasan publik masih pada angka 60,7 persen(Republika,17
Oktober 2011).
Kepuasan
terhadap pemerintahan SBY sendiri menurun karena banyak faktor.Terutama terkait
dengan isu-isu besar yang belakangan mengemuka,seperti kasus korupsi wisma
atlet sea games yang melibatkan banyak kalangan elit pemerintahan.Juga karena
beberapa anggapan yang mengemuka bahwa diplomasi luar negeri yang tak ‘bergigi’
sehingga muncul banyak kasus-kasus penganiayaan tenaga kerja indonesia(TKI) di
luar negeri.Atau kasus-kasus pencaplokan wilayah NKRI oleh negara
jiran.Segudang permasalahan tersebut membuat kepercayaan terhadap pemerintahan
SBY terus menurun dari tahun ke tahun.
Belum
lagi masalah-masalah yang langsung berhubungan dengan kebutuhan fundamental
rakyat,seperti ekonomi.Memang pada tahap ekonomi makro ada peningkatan dan
kemajuan.Cadangan devisa yang mencapai kurang lebih 100 milyar dolar AS
merupakan jumlah tertinggi dalam sejarah.Pertumbuhan ekonomi rata-rata 5% juga
mengalami perbaikan.Nilai tukar rupiah yang semakin menguat dan stabil juga
merupakan prestasi tersendiri yang diraih kabinet pimpinan SBY.Namun hasil tersebut
hanya sedikit menstabilkan keadaan ekonomi Indonesia di tingkat atas.Sedangkan
sektor riil yang langsung berpengaruh terhadap rakyat kecil belum mampu
digerakkan.Sebagian besar penduduk Indonesia tidak dapat menikmati
keberhasilan-keberhasilan itu secara signifikan.Tingkat pengangguran masih
tinggi,kemiskinan masih merajalela.Perbaikan ekonomi tingkat makro saja hanya
akan memperlebar kesenjangan ekonomi antara masyarakat kelas atas dan
bawah.Yang kaya semakin berkuasa dan menimbun kekayaannya,sedangkan yang miskin
semakin melarat dan memprihatinkan.
Masalah
penegakan hukum juga menjadi perhatian.Jika ada rakyat kecil yang
berperkara,aparat langsung cepat bertindak dan menyelesaikan tugasnya dengan
baik.Demikian juga dengan masalah teroris,polri dengan sigap menyusuri setiap
tempat yang diduga menjadi sarang teroris.Namun jika sudah berurusan dengan
perkara-perkara yang dilakukan oleh elit pemerintahan, polri seolah-olah
kehilangan kemampuannya dan terkesan diam ditempat.Hampir tidak pernah ada
kasus korupsi yang selesai diusut dan diinvestigasi.Kalaupun ada,mungkin hanya
kasus-kasus yang tidak mungkin untuk dilindungi lagi pelakunya karena sudah
jelas diketahui publik secara luas.Dan juga hanya kasus-kasus yang tidak
melibatkan orang-orang penting di negara ini.Kelemahan dan ketidakadilan dalam
penegakan hukum ini menjadi salah satu dari deretan masalah lain yang membuat
publik kecewa dan tidak puas terhadap pemerintahan SBY.
Jika
kita menelisik lagi ke belakang,memang setiap terjadi pergantian kabinet selalu
muncul ke permukaan citra positif
SBY.Entah itu harapan perbaikan kinerja,yang merupakan harapan semu dan
tidak pernah menjadi kenyataan.Komunikasi politik dengan bentuk seperti itu
memang sedikit membuahkan hasil di masa lampau,namun dengan terus-menerus
muncul masalah yang besar di setiap pergantiannya membuat masyarakat menjadi
lebih antipati.Publik menjadi semakin pintar dan mengetahui langkah-langkah politik
yang diambil SBY lebih kepada kepentingan kelompok semata,dalam hal ini partai
demokrat dan koalisinya.Sehingga bisa menjamin mereka masih punya pamor dan
kekuatan untuk melangkah di pemilu 2014.Politik memang selalu berkaitan dengan
kepentingan golongan tertentu,karena penggeraknya memang berupa sekumpulan
orang-orang yang memiliki visi dan misi serta ideologi yang sama,yaitu partai
politik. Namun partai politik bukanlah satu-satunya aktor politik.
Atas batas dari arus utama politik, terdapat beragam organisasi yang bersaing
dengan partai politik untuk melebarkan pengaruh dan efektifitas politik
(McNair, 1999:155)
Kembali
ke masalah reshuffle kabinet,pemerintahan SBY banyak menggunakan pers sebagai
alat menyuarakan kebijakan-kebijakan politiknya kepada publik.Termasuk dalam
beberapa kesempatan,presiden SBY sendiri yang maju berbicara di konferensi
pers.Alasannya adalah apabila ada masalah yang menyangkut langsung dengan
kepentingan fundamental publik,maka sang pemimpinlah sendiri yang
menyampaikannya,termasuk perombakan kabinet ini.Sedangkan hal-hal diluar
itu,diserahkan kepada juru bicara kepresidenan yang berbicara.Tentu ada maksud
lain dibalik majunya sang presiden bila menyangkut kepentingan rakyat.Mengapa presiden
berbicara kepada pers?salah satu tujuannya adalah untuk mempromosikan tuntutan
politik mereka sebelum bekerja sama dan
bersaing dalam kepentingan.Presiden menggunakan pers untuk menyebarkan pesan di
dalam pemerintahan dan juga di luar pemerintahan agar mempengaruhi hasil
kebijakan serta membangkitkan atau meredakan kekhawatiran publik.Maka dari
itu,presiden selalu berusaha menggunakan pers dalam memajukan kepentingan-kepentingan
politik pemerintahannya.
Dalam
berkomunikasi di media,presiden seringkali menggunakan komunikasi
verbal.Artinya,presiden lebih banyak berbicara di konferensi-konferensi pers
dalam rangka menaikkan citra pemerintahannya.Sebaliknya,komunikasi non-verbal
alias tindakan nyata sebagai bahasa komunikasi politik jarang sekali bahkan
hampir tidak pernah dilakukan.Artinya,terjadi ketidakseimbangan antara ucapan
dan perbuatan di pemerintahan SBY.Yang terjadi kemudian adalah banyak
instruksi-instruksi presiden yang tidak terlaksana.Akhirnya,penyelenggaraan
pemerintahan berjalan tidak efektif.Presiden hanya sering tampak di media
dengan keluhan-keluhannya sebagai orang yang dizalimi,seperti pada kasus sms
gelap dan foto presiden yang yang menjadi sasaran tembak.
Cara
ini juga digunakan untuk meraih kembali kepercayaan dan citra positif yang
sudah merosot jauh.Padahal semestinya seorang presiden tidak perlu terlalu
banyak tampil di media massa,karena sudah ada jubir yang menggantikan.Masih
banyak yang harus dikerjakan oleh SBY dibandingkan terus-menerus tampil di
televisi bak seorang selebritis.Hal inilah yang membuat sejumlah kalangan
pengamat dan tokoh-tokoh nasional mengkritik bahwa komunikasi politik presiden
SBY sangat buruk.Mereka mengusulkan untuk dibenahinya staf khusus dan jubir
kepresidenan agar komunikasi politiknya bisa berjalan efektif dan tepat
sasaran.Tidak seperti sebelumnya yang banyak sekali terjadi kesalahan-kesalahan
dalam pengkomunikasian kebijakan politiknya.
Kemudian
di dalam pelaksanaan reshuffle ini sendiri kembali muncul masalah-masalah di
internal koalisi pemerintahan.Pada menteri-menteri yang diganti banyak terjadi
akomodasi kepentingan parpol koalisi.Misalnya saja seorang menteri yang diganti
tanpa diberitahu alasannya walaupun kinerjanya bagus.Lalu ada juga menteri yang
walaupun jelas-jelas kinerjanya buruk ataupun ada tersangkut suatu masalah
tetap berada dalam jajaran kabinet.Hal ini bisa memperburuk soliditas dan
kerjasama antar menteri dalam kabinet.
Pada
perombakan yang ketiga kalinya dalam masa pemerintahan SBY ini,banyak muncul
menteri-menteri atau wakil menteri yang berasal dari kalangan professional.Seharusnya
hal ini bisa membuat kinerja kabinet jauh dari segala kepentingan politik.Ini
memang merupakan langkah baru yang diambil presiden demi kinerja yang lebih
baik.Namun konsekuensi dari kebijakan seperti itu adalah pengurangan jatah
kursi kabinet dari parpol-parpol pendukung koalisi.Akibatnya,ada parpol yang
kursi menterinya tergusur mengancam untuk keluar dari koalisi.Hal ini bisa
berakibat goyangnya stabilitas pemerintahan dan memperburuk keadaan politik
dalam negeri. Sehingga akhirnya bukan kinerja pemerintahan yang meningkat dan
bisa memajukan kepentingan dan kesejahteraan rakyat namun hanya memunculkan
masalah demi masalah baru.
Namun
demikian,dari segi pencitraan pemerintahan SBY setidaknya mendapatkan sedikit
nilai positif dengan adanya reshuffle ini.Publik menganggap kinerja
pemerintahan akan mengalami peningkatan atau setidaknya,harapan semu seperti
yang telah dikemukakan sebelumnya.Hal ini merupakan efek dari komunikasi
politik sebagaimana yang dikemukakan McNair.Menurutnya,perilaku komunikasi dari
aktor politik,dalam hal ini presiden seperti iklan dan pidato dapat
mempengaruhi sikap dan perilaku khalayak(McNair,1999;29).
Jika
kita mengamati sebenarnya peran media dalam meningkatkan citra positif
pemerintahan SBY sangat dominan.Media secara simultan mengangkat dan membahas
isu ini dari hari ke hari.Secara tidak langsung ini seolah-olah menyerukan
perbaikan dan peningkatan kinerja pemerintahan.Dan publik akan berasumsi
seperti itu karena terkena efek seperti yang dikemukakan McNair.Sehingga yang
didapatkan masyarakat hanyalah angan-angan semu dan janji-janji manis
belaka.Tidak ada perubahan dan perkembangan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat
sama sekali.
Selain menggunakan media,pemerintah juga
menggunakan lembaga-lembaga survei dalam menaikkan citra positif.Lembaga-lembaga
yang katanya sudah ‘disewa’ ini,hanya mempublikasikan peningkatan-peningkatan
dan perbaikan yang sudah dicapai selama hampir dua periode SBY
memerintah.Memang benar kabinet di bawah SBY mengalami kemajuan-kemajuan.Namun
yang menjadi permasalahan apakah hal tersebut sudah dirasakan oleh sebagian
besar rakyatnya?Inilah yang membuat banyak kalangan mulai dari tokoh-tokoh
nasional hingga masyarakat biasa mengkritik habis-habisan kinerja pemerintah.
Strategi
komunikasi politik seperti itu terus-menerus digunakan sehingga dapat dikatakan
sebagai presiden citra.Padahal sesungguhnya tugas dan tanggung jawab seorang
pemimpin itu adalah bekerja untuk rakyat demi kemajuan dan
kesejahteraannya.Bukan hanya memikirkan untuk memperkuat dan mempertahankan posisi
pemerintahannya agar bisa tetap mendominasi pada pemilu-pemilu
selanjutnya.Citra pada sebuah pemerintahan memang perlu,karena itu berarti
dukungan dari publik.Juga citra presiden itu sendiri penting,karena dengan itu
sang presiden lebih berkharismatik dan berwibawa sehingga bisa memberi pengaruh
kuat terhadap menteri-menterinya dan membuat kinerja lebih meningkat.Namun
citra saja tidak dapat membuat suatu pemerintahan berjalan dengan
baik.Diperlukan langkah-langkah kongkrit dan jelas agar berjalan efektif dan
tidak hanya menghambur-hamburkan anggaran negara.
Suatu
hal yang harus menjadi tujuan dari kabinet baru ini nanti adalah menciptakan
sebuah Good Governance atau
pemerintahan yang baik.
Pemerintahan
dikatakan baik apabila sumber daya dan masalah-masalah publik dikelola secara
efektif, efisien yang merupakan respon terhadap kebutuhan masyarakat(Achmad
Santosa,2001:86). Lebih
lanjut menurut Santosa, untuk mencapai Good Governance, maka
elemen-elemen negara yang meliputi pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat maupun
lembaga peradilan harus berfungsi optimal dan efektif. Masyarakat sipil harus
mampu menjalankan peranannya sebagai penyalur aspirasi rakyat dan public
watchdog. Sektor swasta harus diberikan jaminan bahwa kegiatan ekonomi
dapat berjalan dengan baik, dan menaati norma-norma sosial serta aturan hukum(Achmad
Santosa,2001:87).
Daftar Pustaka
McNair, Brian (1995). Introduction to
Political Communication. London, Routhledge
Achmad Santosa,Mas(2001).Good Governance dan Hukum Lingkungan.Jakarta,ICEL
0 komentar:
Posting Komentar